Risdawati. M.Pd

Guru di SMP Negeri 9 Rejang Lebong provinsi Bengkulu Bekerja dan berbuat karena Allah ...

Selengkapnya
Navigasi Web
BALADA ZIKO DAN ZARA  (BAGIAN 2)
art by@deirkart_on IG

BALADA ZIKO DAN ZARA (BAGIAN 2)

BALADA ZIKO DAN ZARA

(BAGIAN 2)

Waktu isya sudah berlalu, aku duduk di teras samping menatap kegelapan malam, cahaya lampu di taman kecil yang terletak di sudut halaman rumah kami yang tidak terlalu luas berpendar namun semakin membuat aku merasa kesepian. Perasaanku benar-benar sedih, menghadapi kenyataan bahwa gadis kecilku sedang terguncang. Aku jadi terkenang peristiwa 8 tahun lalu, saat aku datang menyunting pujaan hatiku, Mila seorang gadis cantik dengan kerudung syar’inya. Ia seorang dokter yang berhati lembut.

“Kalau Abang yakin ingin meminangku, aku ingin mengajukan sebuah syarat. Bolehkah?” Ucap Mila sambil tertunduk didampingi kedua orang tuanya.

“InsyaAllah, akan Abang usahakan untuk mengabulkannya selama Abang mampu.”

“Izinkan Mila tetap bekerja setelah pernikahan maupun setelah memiliki keturunan, karena Mila sudah terlanjur cinta dengan pekerjaan Mila sebagai dokter, Mila ingin tetap mengabdi dengan kemanusiaan.” Ucap Mila lembut sambil tetap menundukkan kepalanya.

Saat itu dengan pasti aku mengiyakan persyaratan yang Mila ajukan. Saat itu aku merasa mantap dengan pilihan hatiku, yaitu memilih seorang calon istri dengan agama yang taat dan mempunyai jiwa sosial yang sangat tinggi. Aku merasa nanti semua akan sempurna seperti yang aku bayangkan. Aku sama sekali tidak pernah menyangka bahwa saat ini persyaratan yang telah kusetujui itulah yang justru menjadi penyebab terluka dan terguncangnya gadis kecilku. Sebuah keadaan yang aku sendiri tak ingin menghadapinya.

Malam ini adalah malam ketujuh Mila tidak pulang ke rumah. Sebagai seorang dokter, Mila harus berjibaku melaksanakan tugasnya sebagai garda terdepan untuk menghadapi wabah Covid-19 yang sedang memporak porandakan bangsaku. Jiwa sosial Mila benar-benar tertantang dalam keadaan seperti ini, apalagi pemerintah daerah ku memang sudah menyiapkan beberapa hotel sebagai tempat paramedis istirahat selain itu agar paramedis tidak berinteraksi langsung dengan keluarganya. Bagaimanapun juga mereka mempunyai peluang terpapar Covid-19 sangat tinggi sehingga ditakutkan menulari keluarganya.

Sementara aku sebagai seorang apoteker yang memutuskan untuk bekerja secara mandiri, memang hanya berada di rumah, karena bagian depan rumah kami sudah kami sulap menjadi 2 buah ruko kecil, satu ruko untuk praktek Mila, satu lagi untuk apotekku yang kuberi nama “Duo Z apotik”

“Mama… mama pulang, Zara rindu” lamat-lamat aku mendengar suara tangis Rara, segera aku berlari ke dalam. Zara memang sangat dekat dengan mamanya, hingga kondisi yang seperti ini sangat menyiksanya. Zara sangat merindukan kehadiran mamanya.

Segera kuambil Zara dari gendongan bibi, mungkin karena ia sudah capek atau memang karena sudah menyerah, Zara akhirnya mau kugendong sambil kubelai rambut hitam ikalnya kubisikkan kalimat “Mama pasti pulang nak, saat ini Zara dengan papa dulu ya” sambil terisak Zara menganggukkan kepalanya, sementara Ziko terlihat sudah tertidur pulas di ruang keluarga.

Bersambung

#TANTANGAN HARI KE 42

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantaaap

06 Apr
Balas

Makasih mbak Rara

06 Apr

O perpisahan karena profesinya. Dokter yang menangani corona. He....he...idenya cemerlang Bu. Lanjuuuut

06 Apr
Balas

Ha ha ha... cuma memotret keadaan dari sisi yang berbeda Yunda

06 Apr



search

New Post